Rabu, 04 April 2012

Kepribadian Abnormal (bunuh diri)



Hay, semuanya kesempatan kali ini saya akan membahas tentang fenomena bunuh diri yg termasuk kepribadian abnormal. Fenomena ini adalah fenomena yang banyak terjadi di belahan dunia ini termasuk di Negara Indonesia. Banyak factor dan alasan mengapa fenomena tersebut banyak terjadi di dunia dan dengan mudahnya mereka melakukan hal tersebut. Sebelumnya kalian tahu tidak sih apa kepribadian abnormal itu?
                Apa arti perilaku “abnormal”? criteria apa yang kita gunakan untuk membedakannya dari perilaku “normal”? Dr. Thomas Szasz, seorang psikiater, pernah menyatakan,”Jika seseorang berkata bahwa ia sedang berbicara kepada Tuhan, temanya akan maklum bahwa orang itu sedang berdoa. Namun, kalau ia berkata bahwa Tuhan sedang berbicara kepadanya, boleh dipastikan bahwa temannya itu akan menyebutnya gila” (Supratikna, 1995).
Itu pula yang menyebabkan para ahli agak sulit merumuskan secara tepat apa yang dimaksud dengan normal dan abnormal tentang  perilaku kepribadian. Dari sudut pandang ilmiah pun, seperti dikatakan Gladstonr (1994:28),”Tidak ada perilaku yang disebut sebagai tingkah laku normal. Kenormalan demikian terpaut dengan nilai-nilai budaya sehingga tidak mungkin dibuat suatu definisi lintas budaya yang objektif(universal atau komparatif, yang memotong perbedaan-perbedaan antarbudaya).”
                Penggolongan bentuk-bentuk perilaku abnormal selalu mengalami perubahan dari masa ke masa. Menurut Supratiknya (1995:33). Namun hanya sekedar menjelaskan bentuk-bentuk perilaku abnormal yang cukup sering kita jumpai dalam realitas hidup sehari-hari, antara lain sebagai berikut :
1.       Neurosis
2.       Gangguan psikosis
3.       Bunuh diri
Yang sekarang akan saya bahas yaitu bentuk perilaku abnormal (bunuh diri).
Mengapa ada sementara orang nekat bunuh diri? Faktor-faktor apa yang menyebabkan mereka melakukan tindakan tidak terpuji tersebut?
Para ilmuwan sosial mencatat bahwa kebanyakan percobaan bunuh diri , baik di kalangan perempuan maupun lelaki, dilakukan di tengah suasana percekcokan antara pribadi atau tekanan hidup berat lainnya. Kelompok yang berisiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-orang yang berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok professional tertentu, seperti dokter, pengacara dan psikolog.
Pada umumnya, kasus bunuh diribdilakukan karena stress yang ditimbulkan oleh berbagai sebab, antara lain (Supratiknya, 1995):
1.       Depresi. Ada indikasi bahwa sebagian besar orang yang berhasil melakukan bunuh diri tengah dilanda depresi pada saat tindakan tersebut dilakukan.
2.       Krisis dalam hubungan interpersonal. Konflik dan pemutusan hubungan, seperti konflik dalam perkawinan, perpisahan, perceraian, kehilangan orang-orang terkasih akibat kematian dapat meminbulkan stress berat yang mendorong dilakukannya tindakan bunuh diri.
3.       Kegagalan dan devaluasi diri. Perasaan bahwa dirinya telah gagal dalam suatu urusan penting, biasanya menyangkut pekerjaan, dapat menimbulkan devaluasi diri atau rasa kehilangan harga diri yang mendorong tindakan bunuh diri.
4.       Konflik batin. Di sini stress tersebut bersumber dari konflikbatin atau pertentangan di dalam pikiran orang tang bersangkutan. Misalnya, seorang pria lajang merasa cemas, bingung, ragu-ragu antara memilih hidup atau mati, dan akhirnya memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan teka-teki itu dengan melakukan bunuh diri.
5.       Kehilangan makna dan harapan hidup. Karena kehilangan makna dan harapan hidup, orang merasa hidupnya sia-sia. Akibatnya, ia memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Perasaan semacam ini sering dialami oleh orang-orang yang menderita penyakit kronik atau penyakit terminal.
Durkheim membenarkan bahwa perbuatan atau tindakan bunuh diri ada kaitannya dengan tiga factor yaitu predisposisi psikologis tertentu, factor keturunan, dan kecenderungan manusia untuk meniru orang lain (Veeger,1993:151). Akan tetapi, ketiga factor ini tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Sebab, menurut data statistic, kasus-kasus bunuh diri tidak tersebar sama rata antara semua orang dan semua golongan, padahal ketiga factor tadi tersebar secara sama rata. Misalnya, lebih banyak orang laki-laki melakukan tindakan bunuh diri ketimbang perempuan; lebih banyak orang protestan daripada katolik; lebih banyak orang katolik daripada yahudi; lebih banyak orang bujang daripada orang kawin; lebih banyak militer ketimbang sipil. Kita, kata Veeger, tidak dapat mengatakan bahwa ketiga factor tadi lebih sering ditemukan di kalangan laki-laki, orang protestan, orang bujang atau militer. Malah, menurut kenyataan, lebih banyak orang yahudi menderita gangguan psikis daripada Kristen, padahal presentase kasus bunuh diri di antara mereka adalah yang paling. Maka, Durkheim berkesimpulan, bahwa harus ada factor lain yang berperan dalam menyebabkan fenomena bunuh diri, yaitu factor sosial. Kemudian, ia merumuskan dan menguraikan tiga tipe bunuh diri, yaitu bunuh diri egoistis, bunuh diri altruistis, dan bunuh diri anomis, yakni yang berkesan dengan keadaan saat oranng yang bersangkutan kehilangan pegangan hidup (Veeger, 1993:151-157).
1.       Bunuh diri egoistis.
Egoisme adalah sikap seseorang yang hendak berintegrasi dengan kelompoknya, yaitu keluarganya, kelompok rekan, kumpulan agama, dan sebaginya. Hidupnya tidak terbuka  kepada orang lain. Ia hanya memikirkan dan mengusahakan kebutuhannya sendiri, tidak memperhatikan kebutuhan orang lain atau masyarakat. Ia tidak mempunyai tujuan dalam hidup, selain kepentingannya sendiri. Apabila orang itu mengalami krisis, ia tidak akan menerima bantuan moral dari grupnya atau kelompoknya, sebab ia sendirian, tanpa relasi, berada di luar grupnya. Keadaan tersudut yang disebabkan egoism yang berlebihan, dapat mengakibatkan terjadinya tindakan bunuh diri.

2.       Bunuh diri altruistis.
Jika bunuh diri egois disebabkan oelh relasi negative dengan masyarakat atau kelompok, bunuh diri altruistis adalah kebalikannya. Kini, yang bersangkutan sedemikian menyatukan diri dengan nilai-nilai grupnya dan sedemikian berintegrasi, hingga di luar itu ia tidak memounyai identitas. Pengintegrasian yang menyangkut seluruh hidup seseorang memandang hidup di luar grup atau dalam pertentangan dengan grup sebagai tidak berharga. Maka kalau etiknya grup menuntut agar dia merelakan nyawanya demi suatu keyakinan atau kepentingan bersama, ia akan cenderung menyesuaikan diri dengan tuntutan itu. Menurut Durkheim, bahwa semakin besar pengintegrasian seseorang dengan grupnya, makin besar pula kecenderungannya ke arah tindakan  bunuh diri dan makin tinggi presentase kasus bunuh diri.

3.       Bunuh diri anomis.
Anomis (kekaburan norma, tanpa norma) adalah keadaan moral, ketika orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya. Nilai-nilai yang semua member motivasi dan arah kepada perilakunya, tidak berpengaruh lagi. Pelbagai kejadian dapat menyebabkan keadaan itu. Musibah yang menimpa seseorang, hingga semuanya yang pernah menyemangati dan menertibkannya telah musnah, dapat mengakibatkan perubahan radikal. Misalnya, orang yang seluruh tenaga hidupnya dikerahkan untuk kesejahteraan keluarganya atau keberhasilan dalam kariernya atau pengumpulan harta, lalu menderita musibah, tidak hanya akan mengalami krisis emosional berupa tekanan batin(gejala psikis), tetapi krisis nilai-nilai  juga. Nilai-nilai, seperti kesetian, tanggung jawab, kerja keras, kejujuran, prestasi dan seterusnya berhenti merangsang dan mengekang dia. Tidak hanya musibah saja yang dapat menyebabkan anomi, tetapi keuntungan besar atau tercapainya cita-cita pun dapat membawa efek yang sama. Menurut Durkheim, jika keadaan psikis seseorang agak goyah, dan ia mengalami gangguan emosional, masyarakat-lah seakan-akan melepaskan dorongan dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri. Masyarakat-lah yang seakan-akan mengambil tindakan pembalasan.

                Demikian pembahasan dan penjelasan saya kali ini tentang fenomena bunuh diri. Bunuh diri adalah hal yang paling tidak disukai dan dibenci oleh Tuhan, maka dari itu janganlah kita mempunyai pikiran pendek untuk mengakhiri hidup kita dengan bunuh diri hanya karena hal-hal yang sepele. Karena sesungguhnya  semua masalah yang kita hadapi pasti ada jalan keluarnya, mungkin hanya kita orang yang mudah putus asa dan gampang menyerah makanya kita berpikir bahwa maslah yang kita hadapi tidak ada jalan keluarnya.
                Pesan saya jadilah manusia yang mampu berpikir cerdas, kreatif, berpikir panjang dan lihatlah masa lalu kamu sebagai bagian dari pengalaman kamu untuk menjalani masa depan kamu dengan lebih baik lagi. Karena kalau bukan kita yang merubah kepribadian kita dan merubah pola pikir kita tentang sesuatu hal maka kita akan selalu terpuruk dan selalu jatuh pada lubang kesalahan yang sama. So, semangatlah dalam menjalani hidup ini dan hadapi hidup ini dengan senyuman, canda dan tawa. J

DAFTAR PUSTAKA :
·         Sobur, Alex, Drs. M.si, Psikologi Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2009.

16 komentar:

  1. hmm bunuh diri.. sereeem. . .
    harus banyak" istighfar biar ga gampang down dlm menghadapi masalah..

    nice :)

    BalasHapus
  2. aduh ini nih yang ditakutin knpa masih ada aja ya kepribadian / pribadi seseorang yg sprti ini hhu

    BalasHapus
  3. wiih, oppa pembahsannye berat yeh hehehe
    kece nih pembahsannya :)

    BalasHapus
  4. betul skali tuh, thank you azizah. ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahhh berarti harus selalu ada orang untuk disampingnya ya? hmmm nice info :)

      Hapus
    2. gak selalu sih ki, yg penting kita selalu kasih dukungan ke orang itu dn selalu mengingatkan kerugian dari hal trsebut itu udh cukup ko, :)

      Hapus
  5. iiihhh serem yah bunuh diri :|

    BalasHapus
  6. seremm juga yaaa .. keren nih tulisannya :)

    BalasHapus
  7. srem ih.. hehehe..

    tapi keren! menarik nih.. (y)

    BalasHapus
  8. ya Tuhan jangan sampe saya kaya gini o:)

    BalasHapus
  9. wao ini nih,. sering banget terjadi di dunia,. apa lagi jepang kali ia?,. dr pada bunuh diri,. mening bunuh kemiskinan n kebodohan,. :D

    BalasHapus
  10. makasih robert komentarnya. like this dg pndapat robert. (y) :)

    BalasHapus